Melihat bayi baru lahir yang lucu siapa yang tahan tidak menyentuh pipi atau menciumi wajahnya. Padahal, saat bayi belum genap berusia 4 bulan masih sangat rentan terhadap kuman jadi jangan cium sembarangan wajah bayi yang belum 4 bulan.
Menurut dr Utami Roesli SpA, IBCLC, FABM-SELASI bayi yang baru lahir hingga usia 4 bulan belum memiliki imunitas yang kuat. "Jangan takut dibilang sombong. Kita harus jaga bayi agar tidak gampang sakit atau tertular penyakit orang dewasa misalnya saja flu," ungkapnya.
Hal ini dikatakannya dalam acara Training Edukasi Laktasi sehat bersama BCA yang ditulis pada Jumat, (5/7/2013). Acara ini bertempat di Hotel Indonesia Kempinski, Jl Thamrin, Jakarta.
dr Utami mengatakan di sini peran ayah untuk membantu ibu menjaga agar lingkungan tidak membuat anak tertular penyakit. "Kalau ibu yang flu anak tidak tertular karena ibu yang memberikan ASI, sedangkan kalau ayahnya flueanak akan mudah tertular. Jadi ayah juga harus menjaga agar anak tidak tertular penyakit dari lingkungannya," kata dr Utami.
Dr Utami sangat menyayangkan banyak ibu-ibu yang sudah membawa bayinya berjalan-jalan ke mall padahal itu berisiko menyebabkan penyakit pada bayi. "Awalnya flue, tetapi kuman dari flue itu bisa menjalar ke otak," tegasnya.
Untuk itu ia kembali mengingatkan agar para orangtua tidak membawa anaknya ke lingkungan luar sebelum berusia 4 bulan. Setelah 4 bulan bayi akan memiliki sistim imun yang lebih kuat sehingga bayi lebih siap menghadapi lingkungan.
Sumber : detikHealth
Tuesday, July 9, 2013
Sering Tidur Telentang Membuat Kepala Belakang Bayi Jadi Rata
Posisi tidur terbaik untuk bayi adalah telentang, karena dapat mencegah sindrom kematian mendadak atau sudden infant death syndrome (SIDS). Banyak orang tua mematuhi anjuran ini demi keselamatan buah hati, tapi beberapa bayi kemudian menjadi rata kepala belakangnya.
Sebuah penelitian di Kanada yang dimuat jurnal Pediatrics menemukan bahwa ada banyak bayi berumur 2 tahun yang mengalami kondisi ini. Seorang peneliti bernama Aliyah Mawji dari Mount Royal University di Calgary, Alberta meneliti 440 kepala bayi sehat yang mengunjungi 4 buah klinik.
Hasilnya menemukan bahwa sebanyak 205 bayi, atau sekitar 47 persen, mengalami deformasi atau perubahan bentuk pada kepalanya yang terlihat jelas dengan mata telanjang. Lebih dari tiga perempat di antaranya mengalami perubahan bentuk yang masih terhitung ringan.
"Ini amat umum dijumpai. Dengan kampanye tidur telentang dan tidur di kursi mobil yang masif, orang-orang tidak memegang bayinya seperti dulu. Kami menemukan masalah pada bentuk kepala bayi," kata Dr Lisa Stellwagen, neonatologist dari University of California, San Diego School of Medicine seperti dilansir New York News Daily, Selasa (9/7/2013).
Dalam ilmu kedokteran, kepala bayi yang rata pada bagian belakang ini disebut plagiocephaly. Sebenarnya tengkorak kepala yang datar atau rata tidaklah berbahaya, namun dapat menjadi permanen. Peneliti mengkhawatirkan dampaknya terhadap kondisi psikologis anak-anak saat tumbuh dewasa.
Menurut Stellwagen, banyaknya kasus ini bermula dari awal 1990-an, ketika para dokter menyarankan orang tua meletakkan bayinya tidur telentang untuk mencegah kematian mendadak. Kampanye ini sangat sukses dan berhasil menurunkan angka kematian bayi akibat SIDS.
Oleh karena itu, Stellwagen menyebutkan bahwa temuan penelitian baru ini bukan berarti menyarankan orang tua untuk tidak mengikuti saran meletakkan bayi dalam posisi tidur telentang. Hanya saja perlu dilakukan beberapa hal agar bayi tidak rata kepalanya.
Ada langkah-langkah yang bisa diambil agar bayi tidak mengalami plagiocephaly, misalnya menggendong bayi sesering mungkin, membiarkan bayi beraktivitas di atas perutnya atau tengkurap ketika terjaga sambil diawasi.
Mawji menyarankan untuk meletakkan bayi dalam posisi yang bervariasi ketika tidur. Jika kepalanya menengok ke kanan, maka malam berikutnya kepala bayi sebaiknya diposisikan menengok ke kiri. Ketika memberi makan atau menyusui bayi, tangan yang menggendong bayi sebaiknya berganti-ganti.
"Deformasi dapat diperbaiki dengan helm. Tetapi biasanya harganya US$ 1.000 atau sekitar Rp 9,95 juta sampai US$ 3.000 atau sekitar 29,8 juta sehingga cara ini sebaiknya dijadikan sebagai upaya terakhir. Untuk bayi muda, pengobatannya adalah berupa pencegahan," kata peneliti, Aliyah Mawji.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa secara umum, sekitar 3 - 61 persen bayi memiliki kepala yang rata. Beberapa penelitian lain mengaitkan plagiocephaly dengan tertundanya kemampuan bayi untuk merangkak atau berguling. Tapi keterlambatan tersebut berhasil disusul saat bayi berusia 18 bulan.
Sumber : detikHealth
Sebuah penelitian di Kanada yang dimuat jurnal Pediatrics menemukan bahwa ada banyak bayi berumur 2 tahun yang mengalami kondisi ini. Seorang peneliti bernama Aliyah Mawji dari Mount Royal University di Calgary, Alberta meneliti 440 kepala bayi sehat yang mengunjungi 4 buah klinik.
Hasilnya menemukan bahwa sebanyak 205 bayi, atau sekitar 47 persen, mengalami deformasi atau perubahan bentuk pada kepalanya yang terlihat jelas dengan mata telanjang. Lebih dari tiga perempat di antaranya mengalami perubahan bentuk yang masih terhitung ringan.
"Ini amat umum dijumpai. Dengan kampanye tidur telentang dan tidur di kursi mobil yang masif, orang-orang tidak memegang bayinya seperti dulu. Kami menemukan masalah pada bentuk kepala bayi," kata Dr Lisa Stellwagen, neonatologist dari University of California, San Diego School of Medicine seperti dilansir New York News Daily, Selasa (9/7/2013).
Dalam ilmu kedokteran, kepala bayi yang rata pada bagian belakang ini disebut plagiocephaly. Sebenarnya tengkorak kepala yang datar atau rata tidaklah berbahaya, namun dapat menjadi permanen. Peneliti mengkhawatirkan dampaknya terhadap kondisi psikologis anak-anak saat tumbuh dewasa.
Menurut Stellwagen, banyaknya kasus ini bermula dari awal 1990-an, ketika para dokter menyarankan orang tua meletakkan bayinya tidur telentang untuk mencegah kematian mendadak. Kampanye ini sangat sukses dan berhasil menurunkan angka kematian bayi akibat SIDS.
Oleh karena itu, Stellwagen menyebutkan bahwa temuan penelitian baru ini bukan berarti menyarankan orang tua untuk tidak mengikuti saran meletakkan bayi dalam posisi tidur telentang. Hanya saja perlu dilakukan beberapa hal agar bayi tidak rata kepalanya.
Ada langkah-langkah yang bisa diambil agar bayi tidak mengalami plagiocephaly, misalnya menggendong bayi sesering mungkin, membiarkan bayi beraktivitas di atas perutnya atau tengkurap ketika terjaga sambil diawasi.
Mawji menyarankan untuk meletakkan bayi dalam posisi yang bervariasi ketika tidur. Jika kepalanya menengok ke kanan, maka malam berikutnya kepala bayi sebaiknya diposisikan menengok ke kiri. Ketika memberi makan atau menyusui bayi, tangan yang menggendong bayi sebaiknya berganti-ganti.
"Deformasi dapat diperbaiki dengan helm. Tetapi biasanya harganya US$ 1.000 atau sekitar Rp 9,95 juta sampai US$ 3.000 atau sekitar 29,8 juta sehingga cara ini sebaiknya dijadikan sebagai upaya terakhir. Untuk bayi muda, pengobatannya adalah berupa pencegahan," kata peneliti, Aliyah Mawji.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa secara umum, sekitar 3 - 61 persen bayi memiliki kepala yang rata. Beberapa penelitian lain mengaitkan plagiocephaly dengan tertundanya kemampuan bayi untuk merangkak atau berguling. Tapi keterlambatan tersebut berhasil disusul saat bayi berusia 18 bulan.
Sumber : detikHealth
Subscribe to:
Posts (Atom)