Hanya karena hidup di tempat kotor, kecoa sering dianggap sebagai biangnya kuman penyakit. Padahal serangga yang sebetulnya justru sangat higienis ini ternyata mengandung senyawa kimia yang ampuh membasmi kuman-kuman super (superbugs).
Dikutip dari Telegraph, Minggu (5/9/2010), para ahli dari Nottingham University mengungkap bahwa kecoa mempunyai lebih banyak manfaat dibanding risiko kesehatan. Penelitian terbaru di kampus tersebut membuktikan bahwa serangga ini mengandung senyawa mematikan untuk membunuh bakteri.
Sampel jaringan yang diambil dari otak dan sistem syaraf kecoa menunjukkan sedikitnya ada 9 kandungan senyawa yang bersifat toksik atau beracun bagi bakteri. Senyawa itu bahkan diklaim mampu membunuh hingga 90 persen bakteri super termasukMethicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan Escherichia coli.
Bakter-bakteri super itu tengah menjadi ancaman serius bagi dunia kesehatan pada umumnya, sebab kemampuan bermutasi membuatnya makin kebal terhadap antibiotik yang ada saat itu. Padahal pengembangan antibiotik baru tidak selalu mudah, sebab kadang-kadang efek sampingnya justru membahayakan pasien.
Namun dari 9 senyawa yang ditemukan pada kecoa dan beberapa spesies serangga lain termasuk belalang, para peneliti tidak menemukan efek samping yang serius bagi manusia. Oleh karena itu temuan ini dinilai telah memberikan harapan baru dalam upaya mengendalikan pertumbuhan dan penyebaran bakteri super.
Temuan ini juga sekaligus memperbaiki citra kecoa sebagai serangga yang selalu diidentikkan dengan lingkungan kotor. Padahal meski hidup di tempat sampah dan saluran pembuangan limbah, kecoa termasuk binatang paling higienis karena rajin membersihkan diri seperti halnya kucing.
Beberapa penelitian menunjukkan, bakteri jauh lebih suka hidup di kulit manusia dibandingkan di permukaan tubuh kecoa. Karena itu, mengambil makanan tanpa cuci tangan sebenarnya sama joroknya dengan menyantap makanan yang baru saja dilewati kecoa.
Kalaupun ada gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kecoa, maka yang paling bertanggung jawab adalah kotorannya. Beberapa senyawa dalam feses dan urin kecoa mengandung senyawa yang dapat memicu reaksi alergi bagi sebagian orang, berupa ruam di kulit dan reaksi lain termasuk serangan asma.
Sumber : detikHealth
Kombinasi diet dan pengaturan jadwal berhubungan seks dapat menentukan jenis kelamin bayi yang dihasilkan. Jika menginginkan anak perempuan, hindari pisang dan lakukan hubungan seks dengan pasangan sesering mungkin.
Kalium yang terkandung dalam pisang merupakan unsur yang harus dihindari bersama garam natrium, jika sedang berusaha untuk mendapatkan anak perempuan. Unsur-unsur tersebut juga terkandung dalam ikan teri, zaitun, ikan salmon, udang, kentang, daging olahan, roti dan kue kering.
Sebaliknya, konsumsi kalsium dan magnesium harus diperbanyak oleh si calon ibu. Diet yang dianjurkan antara lain meliputi yoghurt, keju keras, salmon kalengan, tofu, oatmeal, sereal gandum, brokoli, jeruk, almond dan jenis kacang-kacangan lainnya.
Selain diet, faktor lainnya yang menentukan jenis kelamin bayi adalah pengaturan jadwal berhubungan seks. Seperti dikutip dari Dailymail, Minggu (5/9/2010), peluang untuk mendapatkan bayi perempuan semakin besar jika pasangan lebih sering berhubungan seks.
Hal ini sesuai dengan teori yang berkembang selama ini, bahwa kandungan kromosom seks dapat mempengaruhi kecepatan gerak sel sperma. Sperma dengan kromosom laki-laki cenderung bergerak lebih cepat, sehingga akan sangat mendominasi jika jarang dikeluarkan.
Sebaliknya jika sering dikeluarkan, maka sperma dengan kromosom perempuan yang gerakannya lebih lambat namun umurnya lebih panjang akan mengambil alih dominasi tersebut. Jumlah sperma dengan kromosom pria jumlahnya menyusut jika sering dikeluarkan, justru karena gerakannya sangat cepat.
Kombinasi kedua teknik tersebut dimunculkan dalam penelitian yang dilakukan oleh tim ahli dari Maastricht University di Belanda. Penelitian eksperimental itu dilakukan dalam kurun waktu 5 tahun dan melibatkan 172 orang wanita dengan rentang usia 23 hingga 42 tahun.
Seluruh partisipan merupakan ibu-ibu yang pernah melahirkan anak laki-laki dan tengah mendambakan anak perempuan. Atas persetujuan masing-masing, para partisipan diminta berhubungan seks sesering mungkin dan menjalani diet rendah garam serta tinggi kalsium dan magnesium.
Karena berbagai alasan, banyak partisipan gagal mengikuti pengaturan jadwal berhubungan seks maupun diet ketat yang telah ditentukan. Namun dari 21 wanita yang berhasil mengikutinya sampai akhir, 16 orang atau nyaris 20 persen sukses mendapatkan anak perempuan.
Penelitian ini merupakan yang pertama kalinya dilakukan dengan subyek uji manusia. Penelitian sejenis dengan hasil yang kurang lebih sama juga pernah dilakukan sebelumnya pada cacing laut, sapi perah, babi dan tikus.
Sumber : detikHealth